Salafi Versus NU Bicara Bidah di Madura: Antara Kh. Zubair Muntashor dan Kh. Shinwan Adra’ie
DOI:
https://doi.org/10.54371/jiip.v7i2.3500Abstract
Artikel ini bertujuan untuk membahas perdebatan mengenai isu bidah. Kebanyakan motif perdebatan tersebut untuk merebutkan Ahl al-Sunnah Wa al-Jama‘ah dan tidak jarang ada unsur politik di dalamnya. Perdebatan di Indonesia terjadi di Bangkalan Madura yakni KH. Zubair Muntashor dan KH. Shinwan Adra’ie. Artikel ini akan mengkaji bagaimana konsep bidah menurut KH. Zubair Muntashor dan KH. Shinwan Adra’ie serta motif yang melatarbelakangi perdebatan diantara keduanya. Penelitian ini menemukan bahwa KH. Zubair Muntashor mengartikan dan menanggapi bidah lebih fleksibel sehingga mengedepankan harmoni antara budaya lokal dengan nas syariah. Sedangkan KH. Shinwan menafsirkan bidah dalam agama secara tekstual sehingga implementasinya terhadap ibadah terkesan agak kaku, terbatas yang ada di al-Qur’an dan yang dijalankan oleh Nabi, sehingga berupaya melakukan pemurnian agama. Namun KH. Shinwan tidak melarang kegiatan tradisi keagamaan yang dianggap bidah selagi itu hanya digunakan sebagai wadah dalam melakukan sunah Rasulullah sehingga umat Islam tidak salah niat dalam melakukannya. Meski demikian, kedua pemikiran kiai tersebut saling melengkapi satu sama lain. Satu sisi untuk menjaga keontentikan atau kemurnian ajaran Islam, di sisi lain ajaran Islam yang lahir dari budaya lokal boleh dilaksanakan dengan syarat tetap berpedoman pada nas al-Qur’an dan hadist serta kemaslahatan umat, bukan untuk menambahkan ataupun modifikasi syariat.