Tingkat Tutur dalam Bahasa Jawa Dialek Madiun: Tinjauan Perbandingan Tingkat Tutur Bahasa Jawa Dialek Jogjakarta
DOI:
https://doi.org/10.54371/jiip.v5i4.550Abstract
Bahasa yang pertama kali dikuasai seseorang diperoleh secara alami di lingkungan keluarga dan pada umumnya bahasa yang diajarkan adalah bahasa ibu, meskipun tidak semuanya bahasa yang diajarkan pertama kali adalah bahasa ibu. Namun demikian, yang perlu diperhatikan yaitu bahwa bahasa yang diajarkan pertama kali tidak selalu bahasa ibu. Seperti pada umumnya masyarakat bahasa yang lain, di dalam masyarakat Jawa orang dapat membedakan golongan orang kecil dengan orang atasan hanya dengan melihat adanya ciri kebahasaan tertentu yang sering dipakai oleh golongan-golongan itu. Ciri kebahasaan yang dimaksud tersebut yaitu selain pengucapan dan penulisan yang berbeda, hal lain yang terdapat dalam bahasa Jawa yaitu adanya tingkat tutur dalam bahasa Jawa. Tingkat tutur merupakan suatu sistem kode yang menyampaikan rasa kesopanan yang di dalamnya terdapat unsur kosa kata tertentu, aturan bentuk sintaksis, bentuk morfologi, dan bentuk fonologi tertentu. Tingkat tutur yang dipilih harus sesuai dengan kedudukan diri sendiri dan kedudukan mitra bicara. Kesalahan pemilihan tingkat tutur bisa menjadi suasana tidak nyaman, bahkan bisa dianggap tidak baik atau tidak pantas, atau dianggap njangkar atau kurang ajar. Jika dalam bahasa Jawa dialek Jogjakarta/Solo dibedakan penggunaan tingkat tutur krama inggil, krama madya, dan ngoko, maka dalam bahasa Jawa dialek Madiun tidak dibedakan krama madya dan krama inggil. Dalam tindak tutur sehari-hari atau komunikasi keseharian lebih sering terdengar dua bentuk yaitu krama dan ngoko.